Dalam pengertian zina, terkandung beberapa hal yang menentukan apakah sebuah perbuatan itu termasuk zina secara syar`i atau tidak, antara lain :
Pelakunya adalah seorang mukallaf , yaitu aqil dan baligh. Sedangkan bila seorang anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar`i yang wajib dikenakan sangsi yang sudah baku. Begitu juga bila dilakukan oleh seorang idiot yang para medis mengakui kekuranganya itu.
Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia baik laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri.
Dilakukan dengan manusia yang masih hidup . Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang telah mati, juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan kemaluan lak-laki ke dalam kemaluan wanita. Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur (anus), tidak termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki hukum tersendiri. Namun Imam Asy-Syafi`i dan Imam Malik dan Imam Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang dimaksud.
Perbuatan itu dilakukan bukan dalam keadaan terpaksa baik oleh pihak laki-laki maupun wanita.
Perbuatan itu dilakukan di negeri yang secara resmi berdiri tegak hukum Islam secara formal, yaitu di negeri yang �adil� atau �darul-Islam�. Sedangkan bila dilakukan di negeri yang tidak berlaku hukum Islam, maka pelakunya tidak bisa dihukum sesuai dengan ayat hudud.
Islam membagi dua jenis hukuman buat pezina. Pertama, hukuman bagi pelaku zina yang belum pernah menikah sebelumnya secara syar`i. Pelakunya disebut ghairu muhshan. . Kedua adalah hukuman buat pelaku zina yang sudah pernah menikah sebelumnya secara syar`i yang disebut muhshan.
a. Hukuman Zina Ghairu Muhshan
Hukuman zina ghairu muhshan adalah jalad atau cambuk dan diasingkan selama setahun. Dalilnya adalah firman Allah SWT :
Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2)
b. Hukuman Zina Muhshan
Pelaku zina muhshan dihukum dengan hukuman rajam, yaitu dilempari dengan batu hingga mati. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW secara umum yaitu,
�Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal : orang yang berzina, orang yang membunuh dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah�.
Dalam prakteknya, selama masa hidup Rasulullah SAW paling tidak tercatat 3 kali beliau merajam pezina yaitu Asif, Maiz dan seorang wanita Ghamidiyah.
Asif berzina dengan seorang wanita dan Rasulullah SAW memerintahkan kepada Unais untuk menyidangkan perkaranya dan beliau bersabda,�Wahai Unais, datangi wanita itu dan bila dia mengaku zina maka rajamlah�.
Kisah Maiz diriwayatkan dari banyak alur hadits dimana Maiz pernah mengaku berzina dan Rasulullah SAW memerintahkan untuk merajamnya.
Kisah seorang wanita Ghamidiyah yang datang kepada Rasulullah SAW mengaku berzina dan telah hamil, lalu Rasulullah SAW memerintahkannya untuk melahirkan dan merawat dulu anaknya itu hingga bisa makan sendiri dan barulah dirajam.
Zina muhshan adalah puncak perbuatan keji sehingga akal manusia pun bisa menilai kebusukan perbuatan ini, karena itu hukumannya adalah hukuman yang maksimal yaitu hukuman mati dengan rajam.
II. Pengertian Zina Yang Mewajibkan Hukum Hudud
Para ulama fiqih memberi batasan bahwa zina yang dimaksud adalah masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita tanpa nikah atau syibhu nikah (mirip/setengah nikah).
Dari sini kita bisa pahami bahwa bila belum terjadi penetrasi penis laki-laki ke dalam vagina wanita, maka belumlah termasuk pengertian zina yang mewajibkan hukum hudud yang pilihannya hanya cambuk 100 kali atau rajam.
Meski demikian, bagi hakim masih ada lagi jenis hukuman di luar hudud yang bisa dikanakan, yaitu hukuman ta�zir. Sehingga bukan berarti orang yang berzina tanpa penetrasi bisa lolos dari hukum, karena hakim berhak menghukumnya dengan hukuman ta�zir seperti cambuk dan lainnya.
Pelakunya adalah seorang mukallaf , yaitu aqil dan baligh. Sedangkan bila seorang anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar`i yang wajib dikenakan sangsi yang sudah baku. Begitu juga bila dilakukan oleh seorang idiot yang para medis mengakui kekuranganya itu.
Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia baik laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri.
Dilakukan dengan manusia yang masih hidup . Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang telah mati, juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan kemaluan lak-laki ke dalam kemaluan wanita. Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur (anus), tidak termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki hukum tersendiri. Namun Imam Asy-Syafi`i dan Imam Malik dan Imam Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang dimaksud.
Perbuatan itu dilakukan bukan dalam keadaan terpaksa baik oleh pihak laki-laki maupun wanita.
Perbuatan itu dilakukan di negeri yang secara resmi berdiri tegak hukum Islam secara formal, yaitu di negeri yang �adil� atau �darul-Islam�. Sedangkan bila dilakukan di negeri yang tidak berlaku hukum Islam, maka pelakunya tidak bisa dihukum sesuai dengan ayat hudud.
Islam membagi dua jenis hukuman buat pezina. Pertama, hukuman bagi pelaku zina yang belum pernah menikah sebelumnya secara syar`i. Pelakunya disebut ghairu muhshan. . Kedua adalah hukuman buat pelaku zina yang sudah pernah menikah sebelumnya secara syar`i yang disebut muhshan.
a. Hukuman Zina Ghairu Muhshan
Hukuman zina ghairu muhshan adalah jalad atau cambuk dan diasingkan selama setahun. Dalilnya adalah firman Allah SWT :
Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2)
b. Hukuman Zina Muhshan
Pelaku zina muhshan dihukum dengan hukuman rajam, yaitu dilempari dengan batu hingga mati. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW secara umum yaitu,
�Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal : orang yang berzina, orang yang membunuh dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah�.
Dalam prakteknya, selama masa hidup Rasulullah SAW paling tidak tercatat 3 kali beliau merajam pezina yaitu Asif, Maiz dan seorang wanita Ghamidiyah.
Asif berzina dengan seorang wanita dan Rasulullah SAW memerintahkan kepada Unais untuk menyidangkan perkaranya dan beliau bersabda,�Wahai Unais, datangi wanita itu dan bila dia mengaku zina maka rajamlah�.
Kisah Maiz diriwayatkan dari banyak alur hadits dimana Maiz pernah mengaku berzina dan Rasulullah SAW memerintahkan untuk merajamnya.
Kisah seorang wanita Ghamidiyah yang datang kepada Rasulullah SAW mengaku berzina dan telah hamil, lalu Rasulullah SAW memerintahkannya untuk melahirkan dan merawat dulu anaknya itu hingga bisa makan sendiri dan barulah dirajam.
Zina muhshan adalah puncak perbuatan keji sehingga akal manusia pun bisa menilai kebusukan perbuatan ini, karena itu hukumannya adalah hukuman yang maksimal yaitu hukuman mati dengan rajam.
II. Pengertian Zina Yang Mewajibkan Hukum Hudud
Para ulama fiqih memberi batasan bahwa zina yang dimaksud adalah masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita tanpa nikah atau syibhu nikah (mirip/setengah nikah).
Dari sini kita bisa pahami bahwa bila belum terjadi penetrasi penis laki-laki ke dalam vagina wanita, maka belumlah termasuk pengertian zina yang mewajibkan hukum hudud yang pilihannya hanya cambuk 100 kali atau rajam.
Meski demikian, bagi hakim masih ada lagi jenis hukuman di luar hudud yang bisa dikanakan, yaitu hukuman ta�zir. Sehingga bukan berarti orang yang berzina tanpa penetrasi bisa lolos dari hukum, karena hakim berhak menghukumnya dengan hukuman ta�zir seperti cambuk dan lainnya.
Komentar
Posting Komentar