Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.
Dampak Negatif
Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara lain:
• Meningkatnya evapotranspirasi (pengupan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.
• Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens).
• Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan.
• Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya.
• Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
• Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Penanggulangan & pemanfaatan
Karena eceng gondok dianggap sebagai gulma yang mengganggu maka berbagai cara dilakukan untuk menanggulanginya. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya antara lain: Menggunakan herbisida, Mengangkat eceng gondok tersebut secara langsung dari lingkungan perairan, Menggunakan predator (hewan sebagai pemakan eceng gondok), salah satunya adalah dengan menggunakan ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella) atau ikan koan. Ikan grass carp memakan akar eceng gondok, sehingga keseimbangan gulma di permukaan air hilang, daunnya menyentuh permukaan air sehingga terjadi dekomposisi dan kemudian dimakan ikan. Cara ini pernah dilakukan di danau Kerinci dan berhasil mengatasi eceng gondok di danau tersebut, memanfaatkan eceng gondok tersebut, misalnya sebagai bahan pembuatan kertas, kompos, biogas, perabotan, kerajinan tangan.
Beberapa tahun belakangan para pelaku usaha kerajinan mulai mengembangkan eceng gondok menjadi produk yang lebih kreatif. Bahkan tidak ragu-ragu lagi untuk mengkombinasikannya dengan bahan lain seperti kain, kayu dan kulit. Istilah yang lazim digunakan untuk produk kombinasi adalah “pecah model”.
Emie (pelaku usaha & instruktur kerajinan di Jogja) menuturkan, “kerajinan itu tanpa batas, bahan apapun bisa digabungkan, semakin unik maka semakin mudah laku dipasaran”.
Info pelatihan hub. Wira 0815 68448138, 0817 465790.
selamat siang,Saya melly saya ingin mengtahui lebih detail lagi mengenai pelatihan kerajinan eceng gondok ini karna apakah pelatihan ini berbasis di jogya ataukah ada di jkt? mohon komfirmasiselanjutnya
BalasHapus