Langsung ke konten utama

TEMPO.CO- Imlek Datang, Perajin Lampion Kewalahan


TEMPO.CO, Yogyakarta-Imlek tak hanya memberikan rejeki kepada pedagang kue keranjang, jeruk maupun baju. Di Yogyakarta produsen Lampion bahkan harus menghentikan pesanan karena pesanan sudah melebihi kapasitas produksi.


“Kami terpaksa menolak sejumlah pesanan karena sudah ‘mentok’ produksi,” kata Wira Sutirta, pemilik usaha Jogja Lampion yang memiliki tempat produksi di Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta kepada Tempo, Rabu 11 Januari.

Diakui Tirta, usaha pembuatan lampion di wilayah DI Yogyakarta saat ini masih sangat jarang, paling hanya 1-2 yang eksis. Sehingga harus jauh-jauh hari pesannya agar kebagian. Padahal pasarnya sangat terbuka. Buktinya adalah meski Perayaan imlek 2563 kali ini jatuhnya masih pada 23 Januari nanti, tapi perusahaannya sudah menolak pesanan. Ia sadar diri untuk tidak menerima semua pesanan demi menjaga kualitas barang tidak asal-asalan karena kejar target.



Sejak pekan ini, Jogja Lampion sudah tidak menerima pesanan lagi karena order sudah 1000 buah lampion. Pesanan itu datang dari Jakarta, Palembang, Surabaya, hingga kota besar lain di Indonesia. Pada hari biasa, pesanan lampion hanya berkisar di angka 100 buah. “Kalau memakai lampionnya pas hari H atau setelahnya ya kami layani. Tapi orang kan biasanya ingin memasang seminggu sebelum perayaan agar uansanya dapat, itu yang kita tidak bisa. Sudah full,” kata Wira yang memiliki 11 karyawan ini.


Proses pengerjaan lampion sendiri sebenarnya sangat sederhana. Bahan yang dibutuhkan juga tidak terlalu sulit didapat seperti kain parasit dan rotan. Namun, keberadaan alat produksi khususnya cetakan untuk membuat lampion memiliki presisi sempurna kadang masih terbatas jumlahnya. Pesanan yang banyak diminta adalah lampion dengan ukuran ketinggian mulai 30 -100 sentimeter dengan berbagai bentuk dan model. Harganya berkisar mulai dari Rp 40 ribu- Rp 400 ribu per biji. Pada tahun naga air ini, lampion berhias lambang naga sebagai kekuatan banyak menjadi primadona, mulai dari bentuk bulat hingga persegi.


Lain lagi dengan permintaan Lampion Terbang (Sky Lantern). Permintaan lampion yang sering disebut ‘lampion pengabul doa’ itu harus dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya karena bahan bakar yang dipakai (lilinn) harus impor. “Sampai saat ini belum menemukan yang jual lilin khusus lampion terbang itu, yang panas tapi ringan,” kata dia.


Harga lampion terbang ini berkisar Rp 40-60 ribu untuk ukuran dibawah satu meter. Kemampuan waktu terbang ketika sumbu mulai di sulut hingga mati ketika di atas dengan lilin khusus ini sekitar lima menit.
“Lampion terbang permintaannya tak begitu meningkat karena di Indonesia barang ini belum jadi suatu tradisi menyeluruh, hanya beberapa pihak seperti instansi saja yang memakai,” kata dia.


Keberadaan lampion terbang untuk memeriahkan imlek di Yogyakarta sendiri salah satunya dilakukan oleh pihak Taman Pelangi yang berada di Kompleks Monumen Jogja Kembali (Monjali) pada malam perayaan nanti.


Direktur Taman Monjali Benny Zugita menuturkan, puluhan lampion terbang akan menjadi bagian perayaan imlek sekaligus menjadi atraksi untuk menyemarakkan perayaan di Taman Pelangi yang baru dibuka Desember 2011 lalu. Di Taman Pelangi Monjali sendiri ada puluhan lampion raksasa dalam berbagai bentuk hewan yang membuat kawasan monumen perjuangan itu serasa merayakan ‘imlek’ setiap hari.


PRIBADI WICAKSONO

Komentar

  1. semoga tahun naga air ini membawa keberkahan bagi pemilik lampion jogja

    BalasHapus
  2. semoga di tahun naga air ini jogja lampion makin berjaya

    BalasHapus
  3. aq pengen mengikuti beritamu. gmn jadi pelangganmu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sepucuk Surat dari Ibunda Tercinta yang Mengubah Dunia

Nisa adalah seoarang Profesional. Semangat bekerjanya menurun, karena baru saja pengajuan bisnisnya ditolak. Lalu Nisa pun sms ke Ibunya, ” Umi, Nisa lagi down, Semangat Nisa drop. Nisa gak kuat lagi mengejar impian ini. Maaf ya Umi …”. Ibu Nisa langsung membalasnya, namun melalui Surat. Berikut cuplikannya; Ananda Nisa, Anak Umi lagi apa ya..? Hari ini Umi masak kesukaanmu. Umi jadi ingat kamu. Rasanya belum lama kamu masih bayi mungil, tidak terasa kini sudah dewasa. Nisa… pikiran Umi jadi menerawang ke masa lalu, membayangkan kembali masa kecilmu. Waktu itu kamu berumur 1 tahun, kamu begitu semangat dan antusias saat belajar jalan. Kadang kamu jatuh dan menangis, tapi setelah itu kamu bangkit dan coba lagi. Jatuh bangkit lagi, jatuh bangkit lagi dan lagi, begitu setiap hari. Kamu menarik-narik tangan Umi untuk membimbingmu. Dan tidak lama kamu sudah panda berjalan, berdiri,.. dan melompat. Semangatmu luar biasa, nak. Pantang Menyerah. Umi berharap sampai besar kamu tetap semangat da

KAMPUNG WISATA LINGKUNGAN "SUKUNAN" YOGYAKARTA

Desa Sukunan resmi menjadi Kampung Wisata Lingkungan pada tanggal 19 Januari 2009. Desa Sukunan terletak di Kelurahan Banyuraden, Kecamatan Gamping, Sleman atau sekitar 5 Km dari arah Barat Tugu Yogyakarta dan dapat ditempuh selama ± 15 menit. Sebagai Kampung Wisata Lingkungan, Desa Sukunan menawarkan beragam kegiatan berbasis lingkungan kepada pengunjungnya. Kegiatan yang biasa disebut “ecotourism” atau wisata lingkungan ini sebenarnya mulai dilakukan sejak tahun 2003, yaitu saat desa ini mulai merintis untuk menjadi desa berbasis lingkungan. Desa Sukunan dikenal sebagai desa berbasis lingkungan diantaranya karena sistem pengolahan sampah secara mandiri telah berjalan dengan baik. Sistem pengolahan sampah ini dimulai dari tingkat rumah tangga hingga kelompok dan menghasilkan berbagai macam kerajinan dan produk dari barang bekas atau sampah khas Sukunan. Warga Sukunan sudah membiasakan diri untuk mengolah sampah menjadi barang bernilai ekonomi tinggi, dan bukan membuangnya begitu saja

PELATIHAN PENGEMBANGAN KERAJINAN ANYAMAN ECENG GONDOK & PURUN

Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Dampak Negatif Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara lain: • Meningkatnya evapotranspirasi (pengupan dan hilangnya air melalui daun-daun