Langsung ke konten utama

Pengaruh Islam Terhadap Budaya Jawa, Terutama pada Abad ke-XIX

Topik seminar ini berkisar pada persoalan yang sangat penting dalam
sejarah Indonesia, akan tetapi masih kabur dan sebetulnya rumit
sekali. Pengetahuan kita mengenai sejarah sosio-budaya Jawa sebelum
abad ke-XIX berdasarkan hasil penelitian yang sudah dikeluarkan oleh
banyak pakar, baik Indonesia maupun asing. Bagi Pak Ricklefs,
bahan-bahan yang digarap dalam buku The Seen and Unseen Worlds in
Java, 1726-1749: History Literature and Islam in the Court of
Pakubuwana II (1998), agak mengherankan, oleh karena pada jaman
Pakubuwana II, kraton Kartasura merupakan pusat Sufisme yang sangat
kuat. Pengalaman itu mengilhami pertanyaan-pertanyaan baru dan
perspektif baru mengenai sejarah perkembangan pengaruh agama Islam di
dalam lingkungan kraton Jawa. Pada sisi lain, kita juga banyak
mengetahui mengenai sejarah sosio-budaya Jawa pada abad ke-XX.
Munculnya aliran-aliran - putihan/santri dan abangan - yang
dipolitisasikan dan dengan demikian, berperan yang sangat penting
untuk sejarah Indonesia pada umumnya, sudah diketahui oleh kita semua.

Akan tetapi, sekarang jelas bahwa aliran-aliran itu sama sekali tidak
disebutkan dalam sumber-sumber sejarah Jawa - baik sumber Jawa maupun
sumber asing - sebelum abad ke-XIX. Oleh karena itu, kita harus
menarik kesimpulan bahwa aliran-aliran itu sama sekali bukan
pengegolongan sosial yang primodial, seperti sering dikatakan orang.
Melainkan, rupanya pengegolongan itu berasal dari keadaan-keadaan
sosio-historis tertentu, yang harus kita cari dalam sumber-sumber
sejarah dari abad ke-XIX. Pembahasan ini tentu saja harus dimulai dari
permulaan penyebaran agama Islam diantara masyarakat Jawa. Menurut
sumber-sumber yang masih ada, penyebaran itu sudah dimulai pada abad
ke-XIV. Pada taraf-taraf pertama penyebaran agama baru itu, tentu saja
terjadi ketidaksetujuan dan perselisihan tajam antara yang menganut
agama baru dan yang menolaknya. Akan tetapi, rupanya agama Islam
menjadi agama mayoritas orang Jawa sebelum permulaan abad ke-XVII.
Namun demikian, rupanya kraton dinasti Mataram yang diwarisi harta
kebudayaan dari jaman pra-Islam juga, masih agak enggan untuk menganut
agama baru itu secara 100%. Walaupun ternyata raja-raja Mataram
pertama adalah orang Muslim, toh kita boleh meragukan kalau mereka
main peranan sebagai pemimpin keagamaan. Pada tahun 1630-an, saat yang
menentukan dalam sejarah sosio-budaya Jawa. Sebelum itu, Sultan Agung
(1613-46) sudah berhasil menaklukan lawan-lawannya di Jawa Tengah dan
Timur, terutama di negara-negara pasisir utara. Yang paling penting
dan kuat adalah kota Surabaya, yang menyerah pada tahun 1625.
Peperangan yang berdarah itu mengakibatkan banyak sekali korban dan
kerugian, baik orang maupan harta benda. Tokoh yang berdiri diatas
negara baru itu, sang raja yang berjaya, ternyata harus diakui orang
sebagai raja yang tak bisa dikalahkan, yang dilindungi oleh
kekuatan-kekuatan gaib, yang merupakan wawayanging Allah, bayangan
Tuhan di dunia ini.

Abstraksi dibuat oleh: Djoko Santoso (Panitia Seminar)

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Dasar programa Penelitian Kerjasama Perpustakaan Nasional RI
Pembicara: Prof. Dr. Merle C. Ricklefs

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PELATIHAN PENGEMBANGAN KERAJINAN ANYAMAN ECENG GONDOK & PURUN

Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Dampak Negatif Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara lain: • Meningkatnya evapotranspirasi (pengupan dan hilangnya air melalui daun-daun ...

AKAD SEWA-MENYEWA ( IJĀRAH ) DALAM HUKUM ISLAM

Oleh: Wira Sutirta A. Pengertian Akad Akad adalah suatu perikatan antara ijāb dan qabūl dengan cara yang dibenarkan syara’ yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada objeknya. Ijāb adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedangkan qabūl adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Contoh ijāb adalah pernyataan yang menyewakan, “Saya telah menyewakan rumah ini kepadamu”. Contoh qabūl, “Saya sewa rumahmu”. Atau “Saya terima rumahmu”. Dengan demikian, ijāb-qabūl adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad di antara dua orang atau lebih, sehinga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’. Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syariat Islam. Dari pengertian tersebut, akad terjadi antara dua pihak dengan sukarela dan menimbulkan kewajiban atas masing...

KAMPUNG WISATA LINGKUNGAN "SUKUNAN" YOGYAKARTA

Desa Sukunan resmi menjadi Kampung Wisata Lingkungan pada tanggal 19 Januari 2009. Desa Sukunan terletak di Kelurahan Banyuraden, Kecamatan Gamping, Sleman atau sekitar 5 Km dari arah Barat Tugu Yogyakarta dan dapat ditempuh selama ± 15 menit. Sebagai Kampung Wisata Lingkungan, Desa Sukunan menawarkan beragam kegiatan berbasis lingkungan kepada pengunjungnya. Kegiatan yang biasa disebut “ecotourism” atau wisata lingkungan ini sebenarnya mulai dilakukan sejak tahun 2003, yaitu saat desa ini mulai merintis untuk menjadi desa berbasis lingkungan. Desa Sukunan dikenal sebagai desa berbasis lingkungan diantaranya karena sistem pengolahan sampah secara mandiri telah berjalan dengan baik. Sistem pengolahan sampah ini dimulai dari tingkat rumah tangga hingga kelompok dan menghasilkan berbagai macam kerajinan dan produk dari barang bekas atau sampah khas Sukunan. Warga Sukunan sudah membiasakan diri untuk mengolah sampah menjadi barang bernilai ekonomi tinggi, dan bukan membuangnya begitu saja...